Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 merupakan salah satu jenis pajak bulanan yang wajib dibayar dan dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan dan digunakan sebagai kredit pajak pada saat menghitung dan melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Badan sehingga sering disebut sebagai angsuran pajak. Dasar pengenaan PPh Pasal 25 yaitu pajak penghasilan tahunan yang terutang pada tahun sebelumnya. Simak uraian berikut untuk mengetahui cara perhitungan PPh 25.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
- Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 yang dipotong (kredit pajak dalam negeri)
- Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (kredit pajak luar negeri PPh Pasal 24)
Kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
(Baca juga: Bagaimana Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri?)
Contoh Perhitungan PPh Pasal 25
Contoh 1
Pada bulan April tahun 2020 PT A menyampaikan SPT PPh Badan Tahun 2019 dengan PPh Badan Tahunan yang terutang oleh PT A yaitu Rp 14.000.000. Semua penghasilan yang diterima oleh PT A merupakan penghasilan teratur. Kredit pajak dalam negeri PT A yaitu PPh 23 Rp 2.000.000. Maka PPh Pasal 25 yang terutang:
(Rp 14.000.000 – Rp 2.000.000) : 12 = Rp 1.000.000
Jadi mulai bulan april 2020 sampai Maret 2021, setiap bulannya PT A wajib membayar PPh 25 yang terutang. Kemudian dengan menyetor PPh Pasal 25 yang terutang, SPT PPh 25 dianggap telah disampaikan.
Kemudian perhitungan PPh Pasal 25 menjadi berbeda apabila penghasilan dalam Wajib Pajak terdapat penghasilan tidak teratur. Maka dasar pengenaan PPh 25 bukan lagi PPh terutang tahun sebelumnya.
Contoh 2
PT B merupakan perusahaan industri karpet. Pada tahun 2019 memperoleh penghasilan bruto dari hasil industrinya yaitu Rp 5.000.000.000. Kemudian memperoleh Penghasilan lainnya dari sewa mobil Rp 8.000.000. Penghasilan Kena Pajak berdasarkan rekonsiliasi fiskal yaitu Rp 1.128.000.000. Sehingga pajak yang terutang yaitu Rp 282.000.000. Kredit pajak dalam negeri yaitu PPh 23 sebesar Rp 160.000 dan PPh 25 Rp 200.000.000 dan kredit pajak luar negeri Rp 4.840.000. Hitung PPh Pasal 25 yang terutang!
PKP – Penghasilan tidak teratur = Rp 1.128.000.000 – Rp 8.000.000 = Rp 1.120.000.000
PPh Badan (dasar pengenaaan PPh 25) = 25% x Rp 1.120.000.000 = Rp 280.000.000
PPh 25 yang terutang = (Rp 280.000.000 – Rp 160.000 – Rp 4.840.000) : 12 = Rp 22.916.666
Maka PT B harus membayar PPh Pasal 25 sebesar Rp 22.916.666. Pembayaran PPh Pasal 25 ini pada saat penyampaian SPT Tahunan. Jika PT B menyampaikan SPT Tahunan bulan mei maka pembayaran PPh Pasal 25 dimulai pada bulan mei pada saat penyampaian SPT tersebut.
Namun, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
- Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
- Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
- Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
- Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
- Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
- Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak
Setelah mengetahui cara menghitung PPh Pasal 25, bayar PPh Pasal 25 Anda dengan membuat ID Billing melalui e-Billing pajak.io, yang merupakan aplikasi pajak online terintegrasi yang telah terdaftar dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(Baca juga: Awas, Bayar Pajak Lewat Batas Akhir Penyetoran Dikenakan Bunga!)