Pajak perusahaan jasa dikenakan terhadap proses bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan jasa. Simak uraian berikut untuk mengetahui proses bisnis dan aspek pajak perusahaan jasa!
Proses Bisnis
Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan jasa memiliki proses bisnis berupa penyerahan jasa yang dibutuhkan oleh kliennya. Berikut merupakan contoh proses bisnis pada perusahaan konstruksi. Pada umumnya bidang kegiatan konstruksi terdiri dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Dasar kegiatan perusahaan jasa konstruksi terdiri dari dua:
- Kegiatan utama, meliputi: pemasaran, pelaksanaan proyek dan penyerahan proyek.
- Kegiatan penunjang, meliputi: pengembangan SDM, pengelolaan keuangan, pengendalian mutu dan pengembangan teknologi.
(Baca juga: Konsep Pajak Penghasilan Pasal 23)
Aspek Pajak Perusahaan Jasa
- Sebagai suatu badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP). Setelah mendapatkan NPWP, maka Wajib Pajak Perusahaan Jasa wajib menyetorkan dan melaporkan SPT PPh Tahunan dan SPT Bulanan.
- Wajib Pajak perusahaan jasa harus mengetahui kegiatan jasa yang dilakukan apakah atas penghasilan yang didapatkan merupakan objek pajak yang bersifat final atau bukan? Sebagai contoh yaitu perusahaan jasa konstruksi yang pengenaan pajaknya dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final khusus jasa konstruksi.
- Kewajiban pajak bulanan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak perusahaan jasa yaitu membayar dan melapor SPT PPh 25 atas angsuran pajak, SPT PPh 4 ayat 2 atas penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, SPT PPh 21 atas pemotongan pajak pada penghasilan yang diterima oleh pegawai maupun bukan pegawai , SPT PPh 22 sebagai pemungut apabila diwajibkan untuk memungut PPh 22, PPh 23 atas pemotongan pajak pada penghasilan berupa bunga, royalti, hadiah, dividen, sewa dan jasa.
- Perusahaan jasa juga harus memperhatikan jumlah penghasilan bruto yang didapatkan. Karena untuk menentukan aspek pajak perusahaan jasa, perlu diketahui apakah penghasilan bruto lebih dari Rp 4,8 miliar? Jika perusahaan jasa memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar maka perusahaan tersebut wajibkan dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian memiliki kewajiban untuk memungut, menghitung dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang. Namun apabila penghasilan bruto Wajib Pajak perusahaan jasa kurang dari atau sama dengan Rp 4,8 miliar, maka wajib pajak tersebut dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak. Dalam hal ini perusahaan jasa juga harus memperhatikan apakah jasa yang diserahkan merupakan bukan objek PPN? Apabila jasa yang diserahkan merupakan bukan objek PPN masa pengusaha tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP. Contoh: jasa katering, jasa pelayanan kesehatan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa perhotelan, jasa tenaga kerja, jasa keagamaan dan jasa keuangan.
- Dengan mengetahui jumlah penghasilan bruto, dapat diketahui tarif PPh Badan yang dapat digunakan. Jika penghasilan bruto lebih dari Rp 4,8 miliar maka tarif yang digunakan yaitu tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Namun jika penghasilan bruto kurang atau sama dengan Rp 4,8 miliar maka tarif yang digunakan yaitu 0,5% sebagaimana diatur dalam PP 23 Tahun 2018.
(Baca juga: Poin Penting dalam Ketentuan PP 23 Tahun 2018)
Setelah memahami aspek pajak perusahaan jasa, kelola pajak perusahaan Anda melalui aplikasi pajak.io yang mempunyai keunggulan dapat mengelola pajak lebih dari satu perusahaan tanpa ganti akun dan bisa digunakan bersama-sama sehingga pekerjaan menjadi lebih efisien dan produktif.