Terdaftar dan Diawasi oleh
Terdaftar dan Diawasi oleh
Marak bisnis MLM Saat Pandemi, Bagaimana Ketentuan dan Perhitungan Pajaknya?

Marak bisnis MLM Saat Pandemi, Bagaimana Ketentuan dan Perhitungan Pajaknya?

Share:

Bisnis Multi Level Marketing (MLM) merupakan strategi pemasaran yang berjenjang dan berbentuk piramida. Oleh karena itu, penghasilan yang diperoleh bukan hanya atas penjualan yang dilakukan saja tetapi bisa memperoleh bonus atas penjualan yang dilakukan oleh orang yang direkrut. Di saat Indonesia sedang dilanda pandemi, bisnis MLM semakin marak dan berkembang. Lalu, bagaimana ketentuan pajak MLM? Simak uraian berikut!

Subjek Pajak MLM

Atas kegiatan bisnis MLM maka perusahaan MLM berupa badan maupun seluruh member atau distributor MLM berupa orang pribadi merupakan subjek Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan ketentuan perpajakan yang berlaku. Bagi Badan wajib mendaftarkan diri untuk mempunyai NPWP sejak didirikan. Sedangkan bagi Orang Pribadi, wajib mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP pada saat penghasilan yang diperoleh telah melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Setelah mempunyai NPWP, maka setiap Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk menghitung, menyetor dan melapor PPh yang terutang.

Sedangkan, jika omzet yang diperoleh oleh perusahaan bisnis MLM telah melebihi Rp 4,8 miliar, maka wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada setiap transaksi penjualan atau penyerahan barang kena pajak yang dilakukan.

Objek Pajak MLM

Objek PPh merupakan penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak. Pada bisnis MLM maka penghasilan yang diperoleh oleh agen atau member sebagai distributor dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • Keuntungan penjualan produk
  • Bonus
  • Pendapatan hasil penjualan omzet jaringan yang telah dibangun

Adapun objek PPN yang dikenakan atas transaksi yaitu penyerahan Barang Kena Pajak dan/ Jasa Kena Pajak. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

  • Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
  • Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
  • Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  • Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
  • Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
  • Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
  • Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
  • Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

(Baca juga: Apa Saja Kewajiban Wajib Pajak?)

Perhitungan Pajak MLM

  1. PPh

Atas penghasilan yang diperoleh baik itu Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar maka pajak MLM dapat dihitung menggunakan tarif yang bersifat final dengan sebesar 0,5% dari omzet perbulan sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Tahun 2018.

Sedangkan jika omzet yang diperoleh perusahaan MLM berupa Wajib Pajak Badan telah melebihi Rp 4,8 miliar, dapat dikenakan tarif PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yaitu sebesar 25%. Kemudian, khusus bagi perusahaan yang omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar sampai Rp 50 miliar maka memperoleh pengurangan pajak 50% dari Rp 4,8 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh.

Sedangkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan melebihi Rp 4,8 miliar maka akan dikenakan tarif progresif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU PPh.

  1. PPN

Bagi perusahaan MLM yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maka memiliki kewajiban perpajakan untuk memungut PPN atas penjualan produk sebesar 10% dari harga jual.

Contoh Perhitungan

PT X merupakan perusahaan MLM, memiliki omzet pada tahun 2019 sebesar Rp 6 miliar. Dengan perhitungan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp  2 miliar. Hitung Pajak MLM atas penghasilan PT X!

PPh Tahunan yang terutang

= Rp 2 miliar x 25% x 50% 

= Rp 250 juta

Kemudian tuan A (TK/0) sebagai member PT X pada tahun 2019 memperoleh penghasilan atas penjualan sebesar Rp 70 juta. Pada bulan Desember 2019 memperoleh penghasilan dari penjualan sebesar Rp 20 juta. Hitung Pajak MLM atas Penghasilan Tuan A!

PPh Final yang terutang bulan Desember 2019

= Rp 20 juta x 0,5%

= Rp 100.000

Selanjutnya atas penjualan Barang Kena Pajak yaitu pada masa Desember 2019 sebesar Rp 250 juta. Maka PT X harus memungut PPN atas penyerahan yang dilakukan. PT X mempunyai pajak masukan sebesar Rp 18 juta. Hitung PPN terutang!

Pajak Keluaran PT X

= Rp 250 juta × 10%

= Rp 25 juta

PPN Terutang Masa Desember 2018

= Pajak Keluaran – Pajak Masukan

= Rp 25 juta – Rp 18 juta

= Rp 7 juta

Agar dapat mendapatkan hak tersebut, jangan lupa laporkan pajak Anda melalui pajak.io yang aman dan terpercaya karena merupakan mitra resmi Direktorat Jenderal Pajak.

(Baca juga Keunggulan Pajak.io Dibandingkan DJP Online)

Bingung perihal perpajakan perusahaan?
Konsultasikan kekhawatiran Anda dengan tax expert Pajak.io, isi formulir di bawah untuk terhubung dengan expert kami:
Bingung dengan kebutuhan
pajak perusahaan?

Konsultasikan kebutuhan pajak perusahaan Anda sekarang!

Aplikasi Pajak

Buat dan bayar billing langsung

Buat dan lapor bupot dan SPT

Buat dan upload faktur pajak

Lapor CSV e-Filing dengan mudah

Enterprise

Integrasi API e-Faktur & e-Bupot Unifikasi

Bantuan Profesional

Solusi murah kelola kewajiban pajak

Partnership

Manfaatkan pendapatan baru dengan mendapatkan biaya dari setiap pelanggan yang Anda referensikan

Kembangkan solusi pelanggan yang lebih baik bersama Pajak.io