Bisnis importir merupakan suatu bisnis yang berbentuk perseorangan atau serikat dagang (perusahaan) yang melakukan kegiatan memasukkan barang-barang dari luar negeri ke dalam negeri dengan melakukan transaksi perdagangan internasional.
Lalu bagaimana ketentuan pajak bisnis importir di Indonesia?
1. PPh Pasal 22
Berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku, pajak bisnis importir dapat berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor. Khusus atas Impor Objek PPh Pasal 22, berupa:
- Barang tertentu lampiran 1 (dikenakan tarif 10% dari nilai impor).
- Barang tertentu lainnya lampiran 2 (dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor).
- Selain barang tertentu pada lampiran 1 dan barang tertentu lainnya pada lampiran 2 (memiliki Angka Pengenal Impor (API) dikenakan tarif 2,5% dari nilai impor).
- Selain barang tertentu pada lampiran 1 dan barang tertentu lainnya pada lampiran 2 (tidak memiliki API dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor). Kecuali impor kedelai, gandum, dan tepung terigu (memiliki API dikenakan tarif 0,5% dari nilai impor).
- Barang yang tidak dikuasai (dikenakan tarif 7,5% dari harga lelang).
(Baca juga: Memahami Konsep Dasar Pemungutan PPh Pasal 22)
Sebagaimana penjelasan diatas, perusahaan importir akan dikenakan pajak bisnis importir berupa PPh Pasal 22 dengan tarif lebih tinggi jika importir tidak memiliki API. Perlu diketahui sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015, Angka Pengenal Impor (API) terdiri dari dua jenis yaitu:
- API Umum (API-U), hanya diberikan kepada perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan.
- API Produsen (API-P), hanya diberikan kepada perusahaan yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.
Contoh perhitungan pajak bisnis importir berupa PPh Pasal 22
- PT X adalah importir gandum yang memiliki API, pada bulan Februari 2020 melakukan impor gandum dari AS dengan harga faktur US$ 200.000, biaya asuransi 2% dari harga faktur, ongkos angkut 5% dari harga faktur. Bea Masuk 20%, PPN 10%. Kurs Menteri Keuangan pada saat impor Rp.15.000/US$. Hitunglah berapa besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut.
Jawab :
Harga faktur (cost ) = US$ 200,000
Asuransi (Insurance) 2% x US$ 200,000 = US$ 4.000
Ongkos angkut (freight) 5% x US$ 200,000 = US$ 10.000
Harga Pabean (CIF) = US$ 214.000
Bea Masuk (20% x US$ 214.000) = US$ 42.800
Nilai Impor = CIF + Bea Masuk = US$ 256.800
Kurs Nilai Impor (US$ 256.800 x Rp 15.000) = Rp 3.852.000.000
PPh Pasal 22 (0,5% x Rp 3.852.000.000) = Rp 19.260.000
- Barang impor yang disita oleh Ditjen Bea & Cukai (DJBC) dijual lelang dan telah dibeli oleh PT Y dengan harga lelang Rp 10.000.000.000. Berapakah PPh Pasal 22 yang harus dipungut?
Jawab :
PPh Pasal 22 = 7,5% x Rp 10.000.000.000 = Rp 750.000.000
2. PPh Tahunan
Sebagai Wajib Pajak baik itu Orang Pribadi maupun Badan memiliki kewajiban untuk menghitung, menyetor dan melapor PPh Tahunan yang terutang. PPh Tahunan dikenakan atas laba yang diperoleh oleh importir. Jika omzet dalam satu tahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar maka Wajib Pajak dapat menghitung PPh Tahunan yang terutang menggunakan tarif pajak final 0,5% yang dibayar setiap tahun. Sedangkan jika omzet dalam satu tahun melebihi Rp 4,8 miliar maka penghitungan PPh Tahunan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Kelola pajak Anda aplikasi gratis pajak.io dengan mudah dan cepat. Pajak.io merupakan mitra resmi Ditjen Pajak RI.
(Baca juga: Cara Lapor SPT Masa di Pajak.io)