Pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan atau imbalan yang didapatkan oleh Orang PribadiĀ maupun Badan dalam tahun pajak. Dalam hal ini, yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Setiap tahunnya Wajib Pajak harus menghitung PPh terutang yang kemudian dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Namun saat menghitung PPh terutang, seringkali terjadi beberapa kesalahan yang membuat fatal.Ā
Kesalahan Saat Menghitung PPh Terutang
1. Salah memilih Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Pemberian Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagai pengurang penghasilan neto diberikan pada saat perhitungan pajak penghasilan yang terutang khusus bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan pajak penghasilan pasal 21 bagi pegawai tetap dan pegawai yang bekerja berkesinambungan dengan memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tertentu bagi pegawai yang bekerja berkesinambungan yaitu:
- Memiliki NPWP
- Bekerja pada satu pemberi kerja
Adapun besaran PTKP yang diberikan yaitu:
- Untuk diri sendiri Rp 54.000.000
- Untuk status kawin Rp 4.500.0pp
- Untuk tanggungan maksimal 3 tanggungan, dimana setiap tanggungan memperoleh Rp 4.500.000
- Untuk istri yang bekerja Rp 54.000.00
(Baca juga: Hindari Kesalahan dalam Perhitungan Pajak)
2. Salah dalam melakukan perhitungan rekonsiliasi fiskal.
Sebagaimana diketahui bahwa tidak ada pemberian PTKP pada saat menghitung PPh terutang Wajib Pajak Badan, namun pada saat menghitung PPh terutang Wajib Pajak Badan wajib membuat perhitungan rekonsiliasi fiskal. Kewajiban melakukan rekonsiliasi fiskal juga berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembukuan atau melakukan kegiatan usaha yang tidak dikenakan PPh final 0,5%. Kesalahan dalam melakukan rekonsiliasi fiskal dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman Wajib Pajak terkait ketentuan perpajakan khususnya Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh.
3. Lupa menginput kredit pajak.
Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak lain dan dilakukan pemotongan PPh yang tidak bersifat final, maka PPh yang telah dipotong dapat dijadikan sebagai penguran PPh yang terutang. Caranya yaitu dengan menginput bukti potong yang diterima Wajib Pajak. Perlu diingat, bagi wanita kawin yang bekerja pada satu pemberi kerja, kemudian kewajiban perpajakannya digabung dengan suami, maka atas bukti potong PPh 21 tidak dapat dikreditkan pada PPh terutang, karena penghasilan yang diterima wanita kawin tersebut dianggap sebagai penghasilan yang bersifat final.
4.Human error.
Setelah semuanya dirasa sudah benar dalam menghitung PPh terutang, tidak menutup kemungkinan terjadi human error yang tidak disadari oleh Wajib Pajak. Misalnya salah menginput angka nominal penghasilan yang diperoleh.
Setelah mengetahui apa saja yang harus dihindari pada saat perhitungan pajak, kelola pajak Anda menggunakan fitur gratis selamanya pada pajak.io menjadi lebih mudah dan efisien.
(Baca juga: Apa Saja Fitur Pajak.io?)