Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan mengatakan bahwa Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Sedangkan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) terdiri dari:
- Bea masuk, termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, bea masuk ditanggung pemerintah atas hibah (SPM Nihil), dan bea masuk dalam rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)
- Denda administrasi pabean
- Pendapatan pabean lainnya
- PPN Impor
- PPh pasal 22 impor
- PPnBM impor
- Bunga penagihan PPN
- Penerimaan Negara Bukan Pajak
Bea Masuk
Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019, terhadap Barang Kiriman yang diimpor untuk dipakai dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 3 per Penerima Barang per kiriman:
- Diberikan pembebasan bea masuk
- Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
- Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan
Oleh karena itu, atas impor belanja online yang melebihi USD 3, maka akan dikenakan bea masuk. Berdasarkan pemeriksaan pabean terhadap Barang Kiriman dengan nilai pabean melebihi FOB USD 3 sampai dengan FOB USD 1,500 yang disampaikan dengan Consignment Note berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Dipungut bea masuk dengan tarif pembebanan ditetapkan sebesar 7,5%.
- Nilai pabean ditetapkan berdasarkan keseluruhan nilai pabean Barang Kiriman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan nilai pabean.
(Baca juga: Memahami Konsep Dasar Pemungutan PPh Pasal 22)
Kemudian akhir-akhir ini diramaikan adanya ketentuan pajak atas belanja online. Mulai berlaku pada 1 Juli 2020, pengenaan PPN dengan tarif 10% berlaku baik untuk perdagangan dari luar maupun dalam negeri yang mencapai nilai transaksi atau jumlah traffic dan pengakses tertentu dalam kurun waktu 12 bulan. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi semua pelaku usaha, di dalam maupun luar negeri, baik konvensional maupun digital.
Tidak hanya itu, atas impor dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Tarif PPh Pasal 22 atas impor yaitu:
- Barang tertentu lampiran 1 (dikenakan tarif 10% dari nilai impor).
- Barang tertentu lainnya lampiran 2 (dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor).
- Selain barang tertentu pada lampiran 1 dan barang tertentu lainnya pada lampiran 2 (memiliki Angka Pengenal Impor (API) dikenakan tarif 2,5% dari nilai impor).
- Selain barang tertentu pada lampiran 1 dan barang tertentu lainnya pada lampiran 2 (tidak memiliki API dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor). Kecuali impor kedelai, gandum, dan tepung terigu (memiliki API dikenakan tarif 0,5% dari nilai impor).
- Barang yang tidak dikuasai (dikenakan tarif 7,5% dari harga lelang).
Contoh Perhitungan
Setelah disesuaikan dengan nilai tukar sesuai ketentuan yang berlaku, diketahui keseluruhan harga barang yang diimpor adalah Rp 500.000. Barang tersebut berupa gandum (API).
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Harga Barang: Rp 500.000
Bea Masuk:
= 7,5% x Harga Barang
= Rp 37.500
PPN:
= 10% x (Harga Barang + Bea Masuk)
= 10% x (Rp 500.000 + Rp 37.500)
= 10% x Rp 537.500
= Rp 53.750
PPh Pasal 22:
= 0,5% x (Harga Barang + Bea Masuk)
= 0,5% x (Rp 537.500)
= Rp 2.687,5
Harga Barang Setelah Bea dan PDRI : Rp 500.000 + Rp 37.500 + Rp 53.750 + Rp 2.688 = Rp 593.938
Kelola pajak Anda dengan aplikasi gratis pajak.io agar menjadi lebih mudah dan cepat. Pajak.io merupakan mitra resmi Ditjen Pajak RI.
(Baca juga: Jenis Tarif PPh Pasal 22)