Pada tanggal 5 Oktober 2020, Rancangan Undang-Undang (RUU) cipta kerja disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI. Di mana, dalam isi UU yang disahkan tersebut terdapat materi Omnibus Law. Simak uraian berikut untuk mengetahui klaster perpajakan dalam omnibus law yang terdapat dalam UU Cipta Kerja.
Omnibus law perpajakan merupakan serangkaian kebijakan pemerintah yang dapat memperkuat perekonomian nasional melalui peningkatan pendanaan investasi dalam dan luar negeri, peningkatan keadilan dan kesetaraan berusaha, serta peningkatan kualitas SDM. Kemudian, dalam omnibus law perpajakan terdapat beberapa insentif pajak yang memiliki tujuan untuk mengurangi beban pajak yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak, sehingga terdapat ruang pendanaan dari dalam negeri untuk menambah investasi dan meningkatkan investasi langsung dari luar negeri atau Foreign Direct Investment (FDI), sebagaimana dalam Naskah Akademik RUU Omnibus Law Perpajakan.Â
Klaster Perpajakan Dalam Omnibus Law
Pemerintah telah sepakat untuk menyetujui ketentuan perpajakan yang terdapat pada omnibus law dalam UU Cipta Kerja. Klaster perpajakan yang terdapat di dalam UU tersebut yaitu sebagaimana tercantum pada Bab VI Bagian Ketujuh yang berisi empat pasal, yakni Pasal 111, 112, 113, dan 114. Kemudian, dalam Bab VI tentang Kemudahan Berusaha dan pada Pasal 111 UU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan (PPh).
(Baca juga: Omnibus Law Perpajakan: Upaya Pemerintah untuk Penguatan Perekonomian Indonesia)
Berikut klaster perpajakan dalam omnibus law yang terdapat dalam UU Cipta Kerja:
1. Pembebasan PPh bagi pekerja asing yang menetap di Indonesia.
Terdapat penambahan Pasal 2 dalam UU PPh terkait definisi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). SPLN baru yakni WNI yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam waktu 1 tahun yang memenuhi persyaratan tempat tinggal, pusat kegiatan utama, tempat menjalankan kebiasaan, status subjek pajak, dan/atau persyaratan tertentu lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).Â
Kemudian dalam Pasal 4 UU PPh ditambahkan terkait pengecualian pengenaan pajak bagi WNA yang telah menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) atas penghasilan berasal dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia. Tentunya WNA tersebut harus memenuhi syarat, yaitu:
- Pekerja yang bersangkutan harus memiliki keahlian tertentu.
- Pembebasan pajak tersebut berlaku selama empat tahun pajak yang dihitung sejak WNA ditetapkan sebagai SPDN.
Perlu diketahui bahwa ketentuan pengecualian PPh tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra. Kemudian, penghasilan dari luar negeri yang tidak melalui BUT dikecualikan dari objek pajak apabila diinvestasikan di Indonesia dengan dua syarat:
- Penghasilan tersebut berasal dari usaha aktif di luar negeri
- Bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri
2. Pengecualian dividen dari objek pajak.
Dalam Pasal 4 UU PPh juga ditambahkan beberapa ketentuan mengenai dividen yang dikecualikan dari objek pajak. Dividen yang dikecualikan dari objek pajak yaitu:
- Dividen dari dalam negeri yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi sepanjang dividen itu diinvestasikan di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu atau yang diterima oleh badan dalam negeri.
- Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri yang diterima oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau orang pribadi sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Syarat supaya dividen dari luar negeri dikecualikan dari objek pajak antara lain dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit harus sebesar 30% dari laba setelah pajak.
- Dividen tersebut harus diinvestasikan di Indonesia sebelum Dirjen Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen.
Kelola pajak Anda dengan fitur gratis yang tersedia di pajak.io agar lebih mudah dan efisien. Pajak.io merupakan PJAP yang telah terdaftar dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(Baca juga: Kelola Pajak Banyak Perusahaan dengan Fitur Multi-Perusahaan di Pajak.io)