Perhitungan penyusutan menurut fiskal dan komersial atau akuntansi jelas berbeda karena masing-masing memiliki peraturan yang mengatur tersendiri. Atas selisih perhitungan antara fiskal dan komersial, dapat dilakukan koreksi fiskal pada kertas kerja Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembukuan yang selanjutnya dilaporkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak baik itu Orang Pribadi maupun Badan.
(Baca juga: Persiapan Dokumen untuk Mengisi SPT Tahunan Badan)
Menghitung Penyusustan Secara Fiskal
Metode penyusutan secara fiskal diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa metode yang digunakan dapat berupa metode garis lurus dan metode saldo menurun. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Untuk mengetahui jenis kelompok, dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009.
Contoh:
PT. A membeli sepeda motor pada 1 Januari 2019 yang merupakan kelompok 1 seharga Rp 20.000.000. Hitung penyusutan tahun 2020 dengan metode Garis Lurus dan Saldo Menurun!
Penyusutan Tahun 2020 berdasarkan metode Garis Lurus:
Rp 20.000.000 x 25% = Rp 5.000.000
Penyusutan Tahun 2020 berdasarkan metode Saldo Menurun:
Penyusutan Tahun 2019 = Rp 20.000.000 × 50% = Rp 10.000.000
Penyusuan Tahun 2020 = (Rp 20.000.000 – Rp 10.000.000) x 50% = Rp 5.000.000
Ketentuan terkait penyusutan menurut fiskal diantaranya:
- Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta
Pengalihan harta untuk mendapatkan keuntungan dan merupakan objek pajak, berupa:
- Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
- Pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- Penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
- Penarikan harta karena sebab lainnya.
Maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
2. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
3. Apabila terjadi pengalihan harta bantuan atau sumbangan, harta hibahan dan harta warisan, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
(Baca juga: Bagaimana Cara Melakukan Rekonsiliasi Fiskal?)
Jangan lupa untuk melaporkan SPT Tahunan Badan Anda melalui fitur e-Filing pajak.io, karena memiliki kelebihan multi-perusahaan yang bisa kelola lebih dari satu perusahaan tanpa ganti akun.