Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010, uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Sedangkan Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang ditunjuk oleh pemberi kerja untuk mengelola uang pesangon yang selanjutnya membayarkan uang pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja. Kemudian, pajak pesangon merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang diberhentikan dari pekerjaannya yang dipotong oleh pemberi kerja. Pajak pesangon yaitu berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karena dipotong oleh pemberi kerja, dan pajak pesangon tersebut bersifat final. PPh 21 didefinisikan sebagai pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(Baca juga: Perbedaan Perhitungan Pajak Penghasilan Karyawan Lajang dan Menikah)
Tarif Pajak Pesangon
Pajak pesangon bersifat final dalam jangka waktu 2 tahun, sedangkan pajak pesangon yang dikenakan pada tahun ke-3 tidak bersifat final. Tarif PPh 21 atas penghasilan berupa uang pesangon yaitu:
- Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.
- Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000.
- Sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000
- Sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.
(Baca juga: Contoh Perhitungan PPh 21 Tenaga Ahli)
Terdapat 2 Cara Perhitungan Pajak Pesangon
1. Uang pesangon yang dibayarkan sekaligus
Contoh:
Tuan A bekerja sebagai pegawai tetap pada PT. X sejak tahun 2005. Pada bulan Mei 2020, Tuan A terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perusahaan tempat tuan X bekerja terkena dampak kerugian akibat adanya pandemi Covid-19. Tuan A menerima pembayaran uang pesangon sebesar Rp 560.000.000 dari PT. X.
Penghitungan PPh 21 yang terutang atas uang pesangon :
0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 400.000.000 = Rp 60.000.000
25% x Rp 60.000.000 = Rp 15.000.000 (+)
Jumlah = Rp 77.500.000
2. Uang pesangon yang dibayarkan secara bertahap
Apabila PT. X melakukan pembayaran uang pesangon kepada tuan A secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut :
a. Bulan Mei 2020 Rp 240.000.000
b. Bulan Juni 2020 Rp 120.000.000
c. Bulan Juli 2021 Rp 120.000.000
d. Bulan Mei 2022 Rp 80.000.000
Maka Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang:
a. Bulan Mei 2020 :
0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 140.000.000 = Rp 21.000.000 (+)
Rp 23.500.000,00
b. Bulan Juni 2020 :
15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000
c. Bulan Juli 2021 :
15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000
d. Bulan Mei 2022 :
Oleh karena pembayaran uang pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif PPh Pasal 21 untuk uang pesangon yang dibayarkan pada bulan Mei 2022 adalah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pemotongan PPh 21 pada bulan Mei 2022 tidak bersifat Final. Penghitungan PPh 21 untuk bulan Mei 2022 :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 30.000.000 = Rp 4.500.000 (+)
Jumlah = Rp 7.000.000
Untuk mengelola semua kebutuhan pajak Anda, gunakan aplikasi pajak.io agar lebih mudah dan cepat.
(Baca juga: Contoh Perhitungan PPh 21 Pegawai Pindah Cabang)