Terdaftar dan Diawasi oleh
Terdaftar dan Diawasi oleh
Bagaimana Cara Membedakan PPh 21 dan PPh 23?

Bagaimana Cara Membedakan PPh 21 dan PPh 23?

Share:

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dalam Pajak Penghasilan (PPh) terdapat PPh 21 dan PPh 23 yang terkadang membuat orang kebingungan cara membedakannya. Simak uraian berikut untuk mengetahui ketentuan perpajakan mengenai perbedaan PPh 21 dan 23.

Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perpajakan

PPh 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh seorang pegawai yang bekerja pada suatu perusahaan atau instansi. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 definisi PPh adalah pajak atas penghasilan yang terdiri dari penghasilan, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk Apa pun yang disetujui dengan pekerjaan atau jabatan, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

(Baca juga: Konsep Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21))

Sedangkan PPh 23 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa bunga, royalti, hadiah, dividen, sewa dan jasa yang dilakukan oleh diterima oleh Wajib Pajak Badan. Dalam Pasal 23 UU PPh menyebutkan bahwa atas penghasilan dengan nama di bawah ini dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan. Terdapat 2 tarif dalam pengenaan PPh 23.

  1. Tarif sebesar 15% dari jumlah bruto atas dikenakan atas:
    • Dividen yang Diterima Oleh Wajib Pajak Badan. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
    • Bunga, termasuk bunga premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
    • Royalti
    • Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 atas penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
  2. Tarif sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
    • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 Ayat 2.
    • Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan dalam Pasal 21.

(Baca juga: Konsep Pajak Penghasilan Pasal 23)

Cara Membedakan PPh 21 dan PPh 23 atas Jasa

Kebanyakan orang kebingungan dalam membedakan aspek PPh atas jasa yang dikenakan PPh 21 dan PPh 23 karena keduanya dikenakan atas penghasilan yang diterima dari penyerahan jasa. Hal mendasar yang dapat membedakan PPh 21 dan PPh 23 dapat dilihat dari subjek yang menerima penghasilan. Jika penerima penghasilan Orang Pribadi maka harus dipotong PPh 21. Namun, jika penerima penghasilan merupakan Badan maka harus dipotong PPh 23.

Contoh Pemotongan PPh 21 atas Jasa:

Dedy Efriliansyah melakukan jasa perawatan AC kepada PT Wahana Jaya dengan imbalan Rp 10.000.000,-. Dedy Efriliansyah mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp 180.000,-. Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar Rp 4.500.000,-. Selain itu, Dedy Efriliansyah membeli spare part AC yang dipakai untuk perawatan AC sebesar Rp 1.000.000,-. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:

  • Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Dedy Efriliansyah, dapat diketahui bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang dipekerjakan oleh Dedy Efriliansyah dan biaya untuk membeli spare part AC, maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Wahana Jaya atas imbalan yang diberikan kepada Dedy Efriliansyah adalah sebesar imbalan bruto dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang dipekerjakan Dedy Efriliansyah dan biaya spare part AC, sebagaimana dalam contoh adalah sebesar:

Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000 – Rp 1.000.000 = Rp 4.500.000

PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Wahana Jaya atas penghasilan yang diterima Dedy Efriliansyah adalah sebesar:

5% x 50% x Rp 4.500.000 = Rp 112.500

Dalam hal Dedy Efriliansyah tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Wahana Jaya menjadi:

120% x 5% x 50% x Rp 4.500.000 = Rp 135.000

  • Dalam hal PT Wahana Jaya tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yang dilakukan atau dokumen yang diberikan oleh Dedy Efriliansyah mengenai upah yang harus dikeluarkan Dedy Efriliansyah atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Wahana Jaya adalah jumlah sebesar :

5% x 50% x Rp 10.000.000 = Rp 250.000

Dalam hal Dedy Efriliansyah tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Wahana Jaya menjadi:

120% x 5% x 50% x Rp 10.000.000 = Rp 300.000

Catatan: Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Dedy Efriliansyah.

Contoh Pemotongan PPh 23 atas Jasa:

PT ABC membayar tagihan jasa pemasangan listrik kepada PT DEF dengan rincian sebagai berikut :

a. Material Rp 30.000.000

b. Jasa Rp 10.000.000

Jumlah seluruh tagihan Rp 40.000.000. Maka PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT ABC adalah sebesar:

2% x Rp 10.000.000 = Rp 200.000

Sedangkan apabila sebuah jasa dilakukan oleh orang pribadi, maka bukan merupakan objek PPh 23, melainkan objek PPh 21.

Setelah mengetahui perbedaan PPh 21 dan PPh 23, bayar PPh 21 dan PPh 23 Anda dengan membuat ID Billing terlebih dahulu melalui fitur e-Billing pajak.io, lebih mudah dan efisien.

(Baca juga: Cara Lapor Pajak Badan Secara Online di Pajak.io)

Bingung perihal perpajakan perusahaan?
Konsultasikan kekhawatiran Anda dengan tax expert Pajak.io, isi formulir di bawah untuk terhubung dengan expert kami:
Bingung dengan kebutuhan
pajak perusahaan?

Konsultasikan kebutuhan pajak perusahaan Anda sekarang!

Aplikasi Pajak

Buat dan bayar billing langsung

Buat dan lapor bupot dan SPT

Buat dan upload faktur pajak

Lapor CSV e-Filing dengan mudah

Enterprise

Integrasi API e-Faktur & e-Bupot Unifikasi

Bantuan Profesional

Solusi murah kelola kewajiban pajak

Partnership

Manfaatkan pendapatan baru dengan mendapatkan biaya dari setiap pelanggan yang Anda referensikan

Kembangkan solusi pelanggan yang lebih baik bersama Pajak.io