Hutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang harus dibayar atas transaksi penjualan dan pembelian yang dilakukan selama satu masa pajak atau satu bulan. Karena, setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN pada saat melakukan transaksi penjualan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak. Kemudian PPN yang dipungut menjadi pajak keluaran yang dapat dikreditkan dengan pajak masukan atas transaksi pembelian yang terutang PPN sehingga menjadi hutang pajak pertambahan nilai yang ditulis dalam jurnal dan laporan keuangan. Dalam laporan keuangan memiliki nama akun biasanya VAT payable.
Pajak keluaran – pajak masukan = hutang pajak penjualan / PPN yang terutang
(Baca juga: Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan Terhadap Pajak Keluaran)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia sebelumnya bernama Pajak Penjualan (PPn) yang mulai berlaku 1 Oktober 1951 dengan konsep pemungutan yang agak berbeda. Ketentuan pada Pajak Penjualan dikenakan pada tiap transaksi dan tidak ada mekanisme pengurangan atas pajak penjualan yang sudah dibayar pada tahap perolehan bahan baku. Sangat berbeda dengan konsep pemajakan PPN yang dikenakan atas setiap nilai tambah dan dapat dikreditkan antara pajak keluaran dengan pajak masukan.
Mengetahui Hutang Pajak Pertambahan Nilai
Guna mengetahui hutang Pajak Pertambahan Nilai, mekanisme pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran harus memenuhi ketentuan terkait Pajak Masukan yang diatur dalam Pasal 9 UU PPN. Diantaranya:
- Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama;
- Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan;
- Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan;
- Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material;
- Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak;
- Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
- Penggunaan pedoman pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran digunakan oleh:
- PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak, juga juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak. Sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti.
- PKP yang peredaran usahanya dalam satu Tahun Pajak tidak melebihi jumlah tertentu.
- PKP yang melakukan kegiatan tertentu.
(Baca juga: Bagaimana Cara Lapor SPT Masa PPN?)
Selanjutnya Anda dapat menggunakan fitur e-Filing dan e-Billing pajak.io untuk mengelola pajak Anda dengan mudah dan cepat. Pajak.io merupakan aplikasi pajak online terintegrasi yang terdaftar dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak.